Kampung Madras/Kampung Keling

Oke kawan di Post gua yang kedua ini gua akan membahas sedikit tentang kampung Keling / Kampung Madras.

Kampung Madras (Little India)
(dahulu disebut Kampung Keling) adalah nama bagi sebuah kawasan seluas sekitar 10 hektare di Kota Medan, Indonesia yang pernah mempunyai komunitas India yang besar. Kawasan ini terletak di sekitar kecamatan Medan Polonia dan Medan Petisah. Di kawasan ini terdapat kuil Hinduyang tertua di Medan, Kuil Sri Mariamman dan kelenteng terbesar di Medan, Vihara Gunung Timur. Juga Masjid Jami dan Masjid Ghaudiyah yang dibangun oleh Muslim India. Selain itu, di Kampung Keling juga terdapat Sekolah Khalsa (sekolah Sikh; sekarang Khalsa English School), yang dulu pernah terkenal karena merupakan satu-satunya sekolah dengan pelajaran dalam bahasa Inggris di Medan.




Kawasan tersebut awalnya dipanggil "Patisah", namun kemudian terjadi perubahan nama menjadi "Kampung Madras" guna mencerminkan tanah asal para warga keturunan India yang berdiam di sana. Nama "Kampung Madras" ternyata tidak populer dan sebaliknya istilah "Kampung Keling" digunakan.
Meskipun hingga tahun 1950-an kawasan ini masih dihuni oleh warga keturunan Indiadalam jumlah yang besar, sejak saat itu jumlah tersebut telah berkurang karena keadaan ekonomi yang sulit sehingga membuat mereka harus pindah ke kawasan lain. Kampung Keling kini bahkan lebih banyak dihuni oleh warga keturunan Tionghoa dari pada India 

  • Sejarah Kampung Keling Medan

Menurut catatan sejarah, yang saya peroleh, konon kaum etnis India datang ke Medan pada awal abda ke-19. Kebanyakan mereka berasal dari etnis Tamil dan bekerja sebagai buruh di perkebunan tembakau Deli. Pada saat itu hasil tembakau Deli sangat termansyur di dunia. Dan orang dari etnis Tamil cukup dikenal sebagai pekerja keras dan disukai para pemilik perkebunan, mereka semakin banyak berdatangan untuk bekerja. Buka hanya sektor perkebunan yang membutuhkan tenaga pekerja mereka, namun sektor pekerjaan lainpun sangat membutuhkan tenaga mereka untuk bekerja, seperti sebagai pekerja bangunan, pembuatan jalan raya, penjaga malam dan sebagainya. 
Dari informsi yang saya dapatkan, selain  dari etnis Tamil, juga banyak berdatangan dari etnis lain seperti etnis Punjab dan Cheyttar. Mereka kebanyakan berprofesi sebagai pedagang dan pekerja di luar perkebunan. Selain itu, terdapat etnis Sigh yang bekerja di bank atau sebagai peternak sapi perah.
Dan ketika etnis penduduk India semakin banyak dan interaksi antar mereka semakin intens, maka lambat laun bermunculan perkampungan komunitas-komunitas India di wilayah Kesultanan Deli tersebut. Salah satunya yang cukup di kenal dan banyak dikunjungi oleh para wisatawan domestik maupun mancanegara adalah Kampung Keling.
Kampung Keling yang dihuni oleh komunitas keturunan India yang lebih banyak dominan dari etnis Tamil, di mana mereka merupakan generasi keturan ketiga dan keempat yang kini masih ada.

  • Kampung Keling Sebagai Kampung Budaya

Kampung Keling banyak menawarkan bangunan kuno peninggalan kolonial Belanda yang masih kokoh berdiri. Selain itu, kita dapat menemukan banyak kuil yang masih berdiri sebagai tempat peribadatan, seperti; Kuil Shri Mariamman yang dibangun pada tahun 1884, kuil ini banyak dihiasi puluhan patung dewa-dewa india dan menjadi kuil terbesar dan paling megah di Kampung Keling. Kuil ini menjadi kuil induk bagi sejumlah kuil lain di perkampungan etnis Tamil lain di Medan. Selain menjadi tempat peribadatan, Kuil Shri Mariamman juga menjadi pusat kegiatan komunitas budaya dan religi yang dinamakan Perhimpunan Kuil Shri Mariamman.
Mayoritas warga Tamil di Kampung Keling beragama Hindu. Namun, ada juga mereka yang memeluk agama Islam yang mebentuk komunitas Muslim Tamil. Hal ini dapat kita lihat dengan adanaya sebuah bangunan Masjid Ghaudiyah, tanah pekuburan Muslim, dan tanah wakf seluas 1.000 meter2 yang asal muasalnya dari tanah hibah Sultan Deli. Dari informasi yang saya dapatkan, sebagain tanah wakaf tersebut kini menjadi bangunan ruko yang disewakan, dan hasilnya tetap digunakan untuk biaya masjid, anak yatim piatu, dan santunan bagi warga Tamil Muslim yang membutuhkan.
Keberadaan dua komunitas keagamaan yang berasal dari keturunan etnis yang sama di Kampung Keling ini menunjukkan bahwa sikap toleransi di kawasan tempat wisata budaya dan religi ini telah lama hadir dalam kehidupan mereka.
Kampung Keling Medan menawarkan nuansa budaya yang khas di tengah keragaman etnis dan budaya di kota Medan.Sumbangan Kampung Keling juga bukan hanya pada kekayaan, kenangan dan memosri nostalgia budaya India, namun juga pada kenyataannya tempat wisata ini memberikan kita sebuah pelajaran tentang kemajemukan sebagai bangsa Indonesia dan warga masayrakat dunia mengenai proses perjalana panjang untuk menjadi sebuah negara Republik Indonesia yang kaya akan ragam warna-warni budaya dan tradisi.

Tradisi Serak Gulo



Tradisi "serak gulo" telah diberlangsung selama berabad-abad di negara India,  dan masih digelar oleh keturunan India di Kota Padang setiap tahun. "Kegiatan ini kita lakukan untuk bernazar atau berniat dalam melakukan suatu pekerjaan atau membantu orang lain," kata Ketua Pengurus Masjid Muhammadan P Sahib Khalid.
Sebelum melakukan acara itu, warga yang ingin bernazar terlebih dahulu membungkuskan gula dalam sebuah kain. Ada yang berwarna putih, merah, hitam dan hijau. Setelah itu sebelum menyerahkan ke masjid, mereka terlebih dahulu melakukan wudhu dan berdoa atau menyampaikan nazarnya kepada Tuhan, agar doa mereka dikabulkan.
Setelah itu gula yang dibungkus kecil-kecil itu diserahkan kepada pengurus masjid. Masing-masing memberikan gula-gula itu sesuai kemampuan mereka. Tak ada ketentuan berapa jumlah yang harus diserahkan pada pengurus masjid.
Satu hal yang menarik untuk kegiatan bernazar ini tidak harus orang muslim saja, tapi siapa saja boleh melakukan kegiatan bernazar ini.
"Ada juga keturunan Tionghoa yang datang kesini memberi beberapa karung gula, kita juga tidak membatasi orang yang memberikan nazarnya pada kita, yang penting kan niat dan ketulusannya," tambah Sahib.
Acara yang dilakukan itu dalam rangka maulud seorang auliyah dari India bernama Sahul Hamid dari keturunan Syekh Abdul Khodir Jaelani keturunan Muhammad SAW. Acara pertama dilakukan di sebuah perkampungan kecil tempat kediaman Sahul Hamid di Nagor, Naga Patinam, di daerah Tamil Nadi, India Selatan.
"Acara awal ini ketika guru atau ulama Sahul Hamid atau orang yang memiliki kelebihan pada masyarakat setempat mendapatkan sebuah muzizat, kemudian guru Sahul Hamid melakukan acara syukuran bersama warga setempat," kata Ustaz Iskandar yang hadir dalam acara tersebut. 
Hingga sampai dimanapun keturunan India yang ada di belahan dunia kegiatan ini terus dilakukan setiap tahun. P. Sahib Khalid menambahkan bahwa kegiatan maulud ini terus dilakukan.
Setiap tahun mereka melakukan tiga peringatan maulud. Maulud nabi Muhammad SAW pada Rabiul Awal ini dilakukan dengan pengajian dalam masjid di malam hari usai salat magrib selama 12 hari. Kemudian maulud Syekh Abdul Khadir Jaelani yang dilakukan pada Rabiul Akhir selama 11 hari dan maulud Sahul Hamid pada Jumadil Uwal dilakukan selama 10 hari acara ini akan dilakukan pada malam ini sampai 10 hari.
"Dalam acara ini dilakukan pembacaan kitab perjanjian dan bukan Alquran, kitab ini berisi suatu perjanjian antara manusia dengan Tuhan yang telah diturunkan oleh Sahul Hamid," terang Sahib.
Selain itu tujuannya ini untuk lebih mendekatkan diri manusia dengan Tuhan YME, agar semua kegiatan kita selalu diberikan rezeki yang murah. Sebenarnya serak gulo ini tidak itu aja, ada juga yang memberikan emas, permata atau barang-barang yang berharga lainnya untuk dibagi-bagikan pada masyarakat. 
"Tradisi serak gulo ini yang memberikan gulanya boleh ikutan untuk mengambil gula tersebut yang dihamburkan oleh pengurus masjid. Gula yang kita berikan mungkin akan diterima orang lain sementara gula orang lain yang kita terima," terang ustaz Iskandar.
Warga yang berebutan gula itu biasanya bisa membawa pulang satu kantong plastik gula.
Keturunan India di kota Padang banyak bermukim di kawasan Pasar Batipuh atau yang lebih dikenal dengan Kampung Keling, yang bersebelahan dengan kawasan Pondok yang mayoritas didiami keturunan Tionghoa. Keturunan India ini datang ke Sumatera Barat untuk berdagang kemudian mereka menetap dan kawin dengan warga setempat.
Acara serak gulo ini diikuti oleh keturunan India dari berbagai daerah yang ada di Sumatera Barat, termasuk dari luar Provinsi, seperti Riau dan Jambi.



Comments

Popular posts from this blog

Bedah Novel : " Arah Langkah"